KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas ke
hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
kepada Penulis
sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan
Tugas Penilaian dan Forensik Bangunan dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Penulis selaku penyusun tugas mengharapkan koreksi, kritik, dan saran yang dapat membangun dari berbagai belah pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya.
Akhir kata, Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga tugas ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Sebelumnya Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan Penuli memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Depok, 22 Maret 2020
Penulis
Tugas Penilaian dan Forensik Bangunan dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Penulis selaku penyusun tugas mengharapkan koreksi, kritik, dan saran yang dapat membangun dari berbagai belah pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya.
Akhir kata, Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga tugas ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Sebelumnya Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan Penuli memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Depok, 22 Maret 2020
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 DEFINISI PENILAIAN DAN FORENSIK BANGUNAN
Forensik Bangunan didefinisikan sebagai investigasi engineering dan cara untuk menentukan penyebab dari kerusakan (kegagalan) struktur pada bangunan, jembatan dan fasilitas konstruksi lainnya seperti dalam menyumbangkan opini dan memberikan kesaksian dalam pengadilan yang merupakan praktek lapangan secara profesional.
1.2 TUJUAN DILAKSANAKAN FORENSIK BANGUNAN
Tujuan dilaksanakanya forensik yaitu untuk menemukan penyebab kegagalan dan meningkatkan kinerja atau kehidupan komponen, atau untuk membantu pengadilan dalam menentukan fakta-fakta kerusakan bangunan, serta terhindar dari kerusakan yang lebih besar sehingga keamanan penghuni dan bangunan itu sendiri tetap terjaga. Selain itu, maksud diadakannya forensik bangunan yaitu untuk:
1. Untuk melakukan pemeriksaan/persyaratan keandalan bangunan gedung untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh pemilik/pengelola gedung, untuk melakukan upaya perbaikan guna terpenuhinya kelaikan fungsi bangunan gedung secara menyeluruh
2. Terciptanya Bangunan Gedung Yang Berkualitas Sesuai Fungsinya Dan Aman Bagi Penghuninya.
1.3 DASAR-DASAR UNTUK PENILAIAN BANGUNAN
Dasar-dasar yang mendukung dilakukanya forensic bangunan :
1. Undang Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dalam Pasal 3 : “Untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya, harus menjamin keandalan bangunan gedung dari segi berturut-turut:
· Keselamatan.
· Kesehatan
· Kenyamanan
· Kemudahan
2. PP No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No.28 Tahun2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 16Ayat (1) : “keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi berturut-turut persyaratan :
· Keselamatan.
· Kesehatan
· Kenyamanan
· Kemudahan
3. Peraturan Teknis
· Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 29/PRT/M/2006 tentang PedomanPersyaratan Teknis Bangunan Gedung
· Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor:11/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan KebakaranDi Perkotaan (disingkat KepMeneg PU No. 11/KPTS/2000).
· Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor:10/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap BahayaKebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan (disingkat KepMeneg PU No.10/KPTS/2000).
·
PerMen
PU No 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikasi Laik Fungsi Bangunan Gedung
·
PerMen
PU No 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan
·
PerMen
PU No 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung
·
Keputusan
Direktur Jenderal Perumahan Dan Permukiman Departemen Pemukiman Dan Prasarana
Wilayah Nomor: 58/KPTS/DM/2002 Tentang Petunjuk Teknis
·
Rencana
Tindakan Darurat Kebakaran Pada Bangunan Gedung (disingkat KepDirJen Kimpraswil
No. 58/KPTS/DM/2002).
·
PerMen PU No 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
·
PerMen PU No 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Teknis Penyusunan RISPK di Perkotaan
·
PerMen PU No 26/PRT/M/2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
·
PerMen PU No 16/PRT/M/2010 tentang Pedoman
Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung.
1.4 PENANGGUNG JAWAB KEGAGALAN STRUKTUR
Kegagalan bangunan dari
segi tanggung jawab dapat dikenakan kepada institusi maupun orang perseorangan,
yang melibatkan keempat unsur yang terkait yaitu :
a.
menurut
Undang-undang No. 18 Tahun 1999, Pasal 26, ketiga unsur utama proyek yaitu:
Perencana, Pengawas dan Kontraktor (pembangun).
b. Menurut Pasal 27, jika disebabkan
karena kesalahan pengguna jasa atau bangunan dalam pengelolaan dan menyebabkan
4 kerugian pihak lain, maka pengguna jasa atau bangunan wajib bertanggung jawab
dan dikenai ganti rugi.
1.5 TAHAPAN DALAM MELAKUKAN PENILAIAN JEMBATAN
Tahapan
yang digunakan dalam Forensik dan Penilaian jEMBATA terdiri dari beberapa
tahapan pendekatan umum dalam pelaksanaannya, adalah sebagai berikut :
1. Alat dan bahan Alat dan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini:
a.
Formulir
penilaian dari Bridge Inspector Training Manual untuk menilai kondisi
komponen-komponen jembatan.
b.
Kamera
digital sebagai alat bantu dan alat tulis menulis.
c. Laptop Program Microsoft word dan
Microsoft Excel.
2.
Kajian
dan analisis struktur serta rekomendasi solusi masalah.
3. Pembobotan komponen jembatan.
4. Bobot setiap komponen jembatan.
BAB
2
Permasalahan
Bangunan
2.1 Pendahuluan
Ditengah gencar dan semangatnya Pemerintah dalam
membangun infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian daerah di seluruh
Nusantara, kita dikejutkan dengan runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegra yang menghubungkan
Samarinda dan Tenggarong di Kalimantan Timur. Jembatan yang mulai dibangun
tahun 1995 dan mulai dioperasikan tahun 2001 tersebut runtuh sehingga
mengakibatkan korban jiwa, korban luka, dan korban materiil yang tidak sedikit.
Ditengarai ada pergeseran badan jalan di jembatan Mahakam
II Kutai Kartanegara (Kukar). Jembatan Mahakam II merupakan jembatan gantung
terpanjang di Indonesia. Jembatan Kartanegara merupakan jembatan kedua yang
dibangun melintasi Sungai Mahakam setelah Jembatan Mahakam di Samarinda dan
dikenal sebagai Golden Gate-nya Kalimantan karena menyerupai jembatan di San
Fransisco, Amerika Serikat. Jembatan ini juga merupakan akses menuju Samarinda
ataupun sebaliknya yang dapat ditempuh hanya sekitar 30 menit. Melewati
Jembatan Kutai Kartanegara ada pemandangan menarik yang dapat disaksikan, yaitu
hamparan sebuah pulau kecil yaitu Pulau Kumala, sebuah pulau yang telah disulap
menjadi Kawasan Wisata Rekreasi yang banyak diminati oleh wisatawan Nusantara
karena merupakan kawasan rekreasi keluarga yang hampir mirip dengan Taman
Impian Jaya Ancol di Jakarta.
Jembatan Mahakam II diperbaiki. Perbaikan tersebut
merupakan kegiatan pemeliharaan. Pemeliharaan itu mulai melakukan penyetingan
terhadap tali penahan jembatan. Saat proses dilakukan petugas tak menghentikan
arus lalu lintas yang memasuki jam-jam sibuk. Petugas hanya menutup sebagian
badan jalan dan menjadikan jalur dua arah itu menjadi satu arah dengan sistem
buka tutup. Badan jalan alami penurunan dan tiang penyangga kendor sehingga
mengurangi kekuatan jembatan. Tali putus kemudian secara berantai tali lain
juga putus. Runtuhnya jembatan
menyisakan dua pilar penyangganya. Beberapa kendaraan roda dua dan lebih
menjadi korban dari runtuhnya jembatan itu. Sebagian tercebur, sebagian lagi
terhimpit di balik runtuhnya jembatan. Beberapa petugas yang memperbaiki juga
menjadi korban tewas dari robohnya jembatan ini.
2.2 Analisis
Kegagalan Konstruksi
Mengamati dan mencermati dari insiden kagagalan
konstruksi pada jembatan kutai Kartanegara yang terjadi pada hari sabtu tiga
hari yang lalu berdasarkan keterangan saksi-saksi pada saat terjadinya insiden
kegagalan konstruksi, secara teoritis ada dua hal yang dapat menyebabkan hal
tersebut
1. Pertama,
akibat adanya pengruh maitenance atau pemeliharaan (saat insiden terjadi
maitenence/pemeliharaan sedang berlangsung).
2. kedua adanya
peningkatan beban hidup yang bisa menjadikan terjadinya kelebihan beban (over
load). Untuk alasan pertama kemungkinannya sangat kecil karena umumnya
maintenance atau pemeliharaan dilakukan dengan tidak mengganti atau merubah
konstruksi utama jembatan.
Bagaimana
dengan kemungkinan kedua hal ini terjadi secara tidak langsung akibat dari
adanya maintence/pemeliharaan dikarenakan adanya buka tutup salah satu sisi
jalan pada jembatan sehingga menyebabkan perlambatan dan bahkan bisa kemacetan
kendaraan yang berpengaruh pada peningkatan beban pada salah satu sisi yang
lain hal ini bisa membuat lantai jembatan miring tegak lurus sisi arah jalan
pada jembatan ini sesuai dengan keterangan salah seorang saksi yang melihat
terjadinya kemiringan sisi jembatan pada saat insiden. Mungkin hal ini
penyebabnya?
Jika dilihat dari kontruksinya yang terbagi menjadi
beberapa macam kontruksi yaitu Kontruksi utamanya, pertama adalah pondasi atau
pilar, pada jembatan Kartanegara ini meskipun ada sedikit cacat, tetapi tetap
kokoh berdiri, dalam hal ini tentunya bukan menjadi penyebab kegagalan
kontruksi pada jembatan Kartanegara ini. Kedua block beton penahan angkur cable
tetap ada serta masih kokoh dan demikian pula cable suspensionya tetap menempel
serta tergantung pada pilar utama, sekalipun ada informasi block beton sedikit
ada keretakan dan pergeseran tetapi hal itu sudah terjadi beberapa waktu
sebelumnya, indikasi itu bisa dicermati pernah adanya pelebaran pada perletakan
girder salah satu sisi yang terletak di Tenggarongnya.
Kalaupun hal tersebut terjadi karena kegagalan end blok
ternyata konstruksi rangka tetap tergantung pada tempatnya dan tidak secepat
hitungan detik jatuhnya bersamaan ke sungai serta adanya bekas dari pergeseran
tersebut. Dalam suatu kesempatan sertfikasi konstruksi pada 2004 di kota Samarinda, salah satu mentornya yang cukup
mengetahui dalam perancangan jembatan tersebut menyebutkan secara teknis bahwa
untuk sistem pembagian distribusi pembebanan pada jembatan kutai Kartanegara,
terbagi 2, yaitu: rangka baja dengan bentang 270 meter tersebut merupakan
konstruksi penahan untuk semua beban mati yang disalurkan ke pilar utama dan
selanjutnya ke pondasi. Dan cable suspension utama sebagai penahan konstruksi
semua beban hidup untuk disalurkanke pilar dan seterusnya ke pondasi.
Pada saat sebelum terjadinya keruntuhan adanya
peningkatan jumlah kendaraan yang melintas dalam ini merupakan beban hidup.
Tentunya akan diterima calbe suspension-nya sebagai penyalur utama tegangan
yang timbul dari akibat hal itu. Yang sangat menarik kiranya untuk dicermati
adalah semua beban hidup dari kendaraan yang akan disalurkan ke cable
suspension harus melewati kontruksi yang biasa disebut tie-rod/hanger atau
penggantung. Titik terlemah pada konstuksi tie-rod/hanger ini terletak pada
derat bautnya dan pada clampnya. Jika kita mengamati keruntuhan dilokasi
insiden, hampir-hampir tidak tampak dari sisa-sia kontruksi tie-rod/hanger atupun penggantung
tersebut, jika disebabkan derat bautnya dapat dipastikan sekurang-kurangnya
masih tetap tergantung dan berada pada tempat terkoneksinya di
cable-suspension, sementara clamp-clampnya juga tidak tersisa. Sangatlah sayang
jika hal ini dikesampingkan begitu saja, terutama pada kekuatan material
clamp-nya yang pantas untuk dicurigai sebagai penyebabnya.
2.3 Hasil
Pengujian dan Pembahasan
Dilakukan pengamatan langsung di lapangan pada bagian
elemen-elemen struktur yang ada seperti pada kolom, balok dan pelat.
Selanjutnya di lakukan pengujian non destructive,Ultra sonic Pulse velocity,
Shock Test, Loading test dan pengujian destructive test melalui core
compression test.
Tujuan dari Covermeter test adalah untuk mengetahui
jumlah pembesian, jarak antar tulangan, diameter besi beton dan tebalnya
selimut beton. Tebal selimut beton yang diperoleh dari covermeter test ini
berguna untuk dibandingkan dengan kedalaman retakan beton hasil UPV test. Jika
kedalaman retak hasil UPV test lebih besar dari tebal selimut beton, maka
keretakan yang ada adalah keretakan struktural. Sedangkan jumlah besi dan
diameter besi berguna untuk mengevaluasi kekuatan maupun kapasitas penampang
dari struktur beton bertulang setelah diketahui mutu betonnya.
Tujuan utama dari Loading test adalah mendapatkan grafik
hubungan anatara besar beban dan lendutan vertikal yang terjadi, guna
mengetahui apakah integritas pelat beton dan balok yang bersangkutan masih
mampu memikul beban yang direncanakan, mengingat salah satu aspek paraeter yang
menjadi persyaratan pada komponen struktur balok dan pelat adalah
lendutan/defleksi. Pengujian dilapangan yang dipakai adalah uji pembebanan
(loading test) metode/siklus pengujian pembebanan menggunakan SK SNI
T-15-1991-03
2.4 Kesimpulan
1.
Terdapat empat beban yang harus diperhitungan konstruksi :
a. Beban Mati (Dead Load)
b. Beban Hidup (Live Load)
c. Beban Angin (Wind Load)
d. Gempa (Seismic Load)
2. Penyebab–penyebab kegagalan
konstruksi
a. akibat adanya pengruh maitenance
atau pemeliharaan (saat insiden terjadi
maitenence/pemeliharaan sedang berlangsung).
b. adanya
peningkatan beban hidup yang bisa menjadikan terjadinya kelebihan beban (over load). Yang mengakibatkan kabel
vertikal terputus dari kabel utama.
3.Akibat yang ditimbulkan
a. membawa kecemasan atas rencana
pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).
b. kurang lebih 20 orang tewas, dan
puluhan orang lainya luka-luka.
2.5 Solusi
Solusi yang dapat kami berikan :
1.
Untuk menyeimbangkan volume kendaraan Sebaiknya pada saat perawatan
jembatan, volume kendaraan dibatasi dati titik awal jembatan dan menutup semua
jalur yang sedang dilakukan perawatan mulai dari tepi awal jembatan sampai tepi
akhir jembatan, hal ini memungkinkan kendaraan melintasi satu jalur yang
terdiri dari dua lajur yang belum dilakukan perawatan. Gunakan lajur kiri
sebagai pengganti jalur kiri dan lajur kanan pengganti pengganti jalur kanan,
dengan hal ini keseimbangan beban kendaraan akan tercapai.
2.
Sebaiknya Diadakan Pembatasan volume kendaraan terutama pada saat
diadakan perawatan. Pada saat perawatan, maka ada penutupan jalur yang
megakibatkan kemacetan pada kendaraan, kemacetan kendaraan ini dapat berakibat
buruk jika ditambah beban angin, serta beban kendaraan berat pekerja perawatan
Jembatan.
3. Dalam
perawatan jembatan perlu juga memperhatikan kondisi cable, baut dan pondasi
tiyang penyangga. Artinya perawatan tidak hanya pada jalan atau kondisi
baloknya saja, tetapi juga memperhatikan kondisi yang mendasar dari jembatan.
2.6 Saran
Dalam pembangunan, tidak
hanya melihat desain secara tampaknya saja, melainkan perlu dilihat dari
kualitas bahan yang digunakan. Selain itu, perlu diadakan pengecekan saat
pekerja membaca gambar desain.
Daftar Pustaka
file:///C:/Users/user/Downloads/ERWIEN%20ASMARA,S-941008008,.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar